Kekhuatiran sudah merupakan momok bagi manusia. Kekuatiran menyangkut masa depan yang menjadi tidak jelas karena tempat dimana kita bergantung, tanah dimana kita berpijak, orang dimana kita bersandar, posisi yang menjadi sandaran hidup kita tiba-tiba runtuh atau hilang. Sahabat-sahabat kita pergi meninggalkan kita. 

Kesenangan, kenikmatan, hak-hak istimewa yang selama ini kita nikmati tiba-tiba diambil dari pada kita. Bagi orang percaya, perubahan dan kesulitan sering digunakan Tuhan untuk membawa kita keluar dari lingkungan lama kita ke suatu tempat yang lebih baik, ke suatu posisi yang lebih tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, kita harus keluar dari zona aman kita selama ini dan berjalan bersama Tuhan menuju ke tujuan tersebut.
Dalam Alkitab, Abraham dipanggil keluar dari lingkungan selama ini ke suatu tempat yang belum jelas tujuannya (Kej 12:1). Ketika ia dipanggil keluar dari tanah Haran, Abraham sudah berusia lanjut, ia sudah berusia 75 tahun, dan memiliki rumah tangga yang mapan dan hidup yang berkecukupan. Tapi Tuhan memanggil keluar Abraham untuk tujuan yang lebih besar, lebih tinggi dan mulia, dari pada sekedar hidup yang biasa-biasa saja. Abraham pergi meninggalkan semua di belakangnya tanpa merasa kuatir akan hidupnya kelak, apa yang akan menantikannya sesudah itu. Abraham menaruh percaya sepenuhnya dan mengikuti Tuhan.

Pada umur 80 tahun, Musa yang sudah memiliki dua orang anak dan sudah tinggal 40 tahun mengembalakan kambing domba Yitro, mertuanya di Midian, dipanggil keluar oleh Tuhan untuk membawa orang Israel dari Mesir. Musa mungkin berpikir hidupnya sudah terlalu tua, sudah mapan, dia sudah hampir melupakan kehidupannya di Mesir sebagai seorang pangeran. Tapi Tuhan memanggilnya dan Musa meninggalkan Midian dan tak pernah kembali kesana. Musa menyerahkan hidup sepenuhnya dalam tangan Tuhan dan tak tak pernah menoleh ke belakang.

Apa yang terjadi, kalau Tuhan memanggil anda keluar dari lingkungan anda, namun dalam perjalanan anda menoleh ke belakang?

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya bahwa setiap orang yang mau mengikut Dia, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Yesus (Matius 1:24). Menyangkal diri berarti melupakan masa lalunya, meninggalkan apa yang ada di belakangnya, melepaskan semua yang membuat hati kita melekat kepadanya, melepaskan apa yang menjadi sandaran atau pegangan hidup kita dan percaya sepenuhnya kepada pimpinanNya.

Dalam Alkitab kita belajar apa yang terjadi ketika orang yang sedang dalam perjalanan itu menengok ke belakang. Pertama adalah Lot dan keluarganya. Tempat dimana Lot tinggal yaitu kota Sodom dan Gomora mau dihancurkan oleh Tuhan. Untuk itu Tuhan mengirimkan malaikatnya ke rumah Lot dan ingin membawa Lot dan keluarganya terlepas dari kematian. Malaikat Tuhan menyuruh Lot untuk pergi meninggalkan Sodom dan Gomora kearah gunung dan tidak boleh menengok ke belakang (Kej 19:19). Namun Lot meminta untuk lari ke kota terdekat yaitu Zoar, hal itupun diijinkan oleh malaikat Tuhan. Namun di tengah perjalanan, isteri Lot menengok ke belakang dan berubah menjadi tiang garam. 

Hal yang sama terjadi dengan bangsa Israel yang dipimpin Tuhan menuju Tanah Kanaan. Mereka sudah dipimpin dengan tangan Tuhan yang kuat yang menghancurkan segala kuasa Mesir. Mereka dilindungi oleh tiang awan pada waktu siang dan tiang api pada malam. Mereka bahkan diberikan roti dari surga, daging burung dari langit, namun mereka “menengok ke belakang”, mereka merindukan kembali masa mereka tinggal di Mesir. Lebih celaka lagi, mereka meragukan kuasa Tuhan yang mampu mengalahkan musuh-musuh mereka. Akibatnya hampir seluruh generasi yang keluar dari Mesir mati terkapar di padang pasir. 

Kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang bersandar kepada Tuhan. Tuhan adalah tempat perlindungan kita dan kekuatan kita. KesetiaanNya adalah perisai dan pagar tembok kita (Mazmur 91:4). Ketika Tuhan berjanji kepada kita bahwa Ia akan menyertai kita, maka Ia akan setia dengan janjiNya.
Kehidupan orang percaya adalah kehidupan yang dinamis. Tuhan selalu ingin membawa kita terus menerus ke posisi yang lebih tinggi sesuai dengan tujuan yang Ia taruh dalam hati kita. Semua itu untuk memuliakan namaNya. 


Tuhan menciptakan kita untuk suatu tujuan yang mulia. Tuhan tidak pernah salah menciptakan sesuatu. Ketika Ia menciptakan dunia ini, Tuhan melihat dan semuanya baik. Tidak ada yang salah, tidak ada yang buruk, dan tidak ada yang gagal. Namun Tuhan tidak pernah memaksa kita, Ia menyerahkan kepada kita pilihan untuk membuat keputusan bagi diri kita sendiri. Kita yang menentukan jalan hidup kita melalui pilihan-pilihan yang kita buat dalam perjalanan hidup kita. Sama seperti isteri Lot yang membuat keputusan untuk menengok ke belakang, atau sebagian besar orang Israel yang merindukan kembali ke Mesir, akibatnya adalah nasib buruk menimpa mereka.

Kesulitan yang kita hadapi adalah akibat dari keputusan kita sendiri. Ketika kita membuat keputusan untuk bersandar kepada Tuhan dan tidak ragu sama sekali atas pimpinanNya, maka Tuhan memimpin kita menuju kepada kebahagiaan kita. Tuhan kita adalah Allah yang baik, yang sangat senang melihat orang-orang yang dikasihiNya menikmati berkat yang Ia sediakan bagi mereka. Ia ingin membawa kita ke posisi untuk menerima berkat tersebut. Namun Ia menuntut kita setia menaruh percaya kepadaNya. Ketika Tuhan memimpin kita, jangan menengok kembali ke belakang. Tuhan memberkati anda!